RADIO SEHATI
  • Beranda
  • Selayang Pandang
  • Jadwal Special Program
  • Kerjasama dan Iklan
  • Profil Pengelola
  • Alamat Kontak
RADIO SEHATI
Home IDEA

Lika Liku Hidup Akas, Pengacara Tuli Pertama di Indonesia

Puspa Felicita Penulis: Puspa Felicita
Kamis, 10 Juli 2025
Lika Liku Hidup Akas, Pengacara Tuli Pertama di Indonesia
Share on FacebookShare on Twitter

SAHABAT Sehati Sejiwa seperti kita ketahui bersama, Indonesia memang telah memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan telah meratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD).

Kendati demikian, implementasi regulasi tersebut masih jauh dari inklusif. Misalnya, di kehidupan sehari - hari sebuah cafe tuli masih perlu banyak edukasi ke masyarakat awam. Demikian pula di pengadilan masih minim Juru Bahasa Isyarat, dokumen hukum belum ramah akses, dan sistem belum mendukung penyandang disabilitas sebagai subjek hukum secara utuh. Karenanya diharapkan seluruh instansi penegak hukum mulai mengintegrasikan nilai kesetaraan dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
Perkenalkan pengacara tuli pertama di Indonesia Andi Kasri Unru atau yang akrab disapa Akas, resmi diangkat sebagai advokat tuli pertama di Indonesia pada 1 Juni 2025 bersama seorang advokat tuli lainnya, Muhammad Andika Panji. Kehadirannya menjadi simbol harapan, perjuangan, dan perubahan nyata dalam mewujudkan sistem hukum yang inklusif. Sebuah perjalanan untuk menjadi advokat tersebut tentu tidak mudah.

Sejak kecil, sebagai penyandang disabilitas tuli tentu Akas sangat sering berhadapan dengan perlakuan diskriminatif. Perilaku diskriminatif terhadap penyandang tuli disebut audisme.Sebagaimana dilansir Very Well Health, audisme adalah istilah yang digunakan untukmenggambarkan sikap negatif atau diskriminasi terhadap orang tuli atau orang yang sulit mendengar.

Ini biasanya dianggap sebagai bentuk diskriminasi, prasangka, atau kurangnya kemauan untuk mengakomodasi mereka yang tidak dapat mendengar. Mereka yang memegang sudut pandang ini disebut audis dan sikap menindas yang dilakukan dapat dalam berbagai bentuk.I

stilah audisme pertama kali dicetuskan oleh Tom Humphries dalam disertasi doktornya pada 1977 berjudul "Communicating Across Cultures (Deaf-Hearing) and Language Learning."

Di dalamnya, Humphries mendefinisikan audisme sebagai, "Gagasan bahwa seseorang lebih unggul atau superior berdasarkan kemampuannya untuk mendengar atau berperilaku seperti orang yang mendengar."
Seiring waktu, pemahaman tentang arti audisme pun terus berkembang. Di antara mereka yang telah mengeksplorasi sikap ini secara mendalam adalah Harlan Lane. Bukunya, "Mask of Benevolence: Disabling the Deaf Community," berfokus tentang audisme.
Sementara Humphries mengambil pendekatan individu terhadap gagasan hak istimewa pendengaran, Lane melihat pada lingkup yang lebih luas dari komunitas dan masyarakat secara keseluruhan.

Salah satu kutipan dari Lane mengatakan, "Singkatnya, audisme adalah cara mendengar untuk mendominasi, merestrukturisasi, dan menjalankan otoritas atas komunitas tunarungu."

Sehingga jelas terlihat diskriminasi terjadi pada disabilitas bukan hanya persoalan sosial, tapi juga hukum. Sejak itu, Akas mulai aktif mencari informasi tentang hak-hak disabilitas, mempelajari bahasa isyarat dan bergabung dengan komunitas tuli, hingga aktif dalam advokasi. Perjalanan ini membawanya kembali pada panggilan hidup guna memperjuangkan keadilan bagi kelompok rentan. Kesempatan datang saat Akas menerima beasiswa dari Deaf Legal Advocacy Worldwide (D-LAW), untuk menempuh studi hukum di salah satu kampus di Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 2021, Setelah menyandang gelar Sarjana Hukum pun Akas menghadapi tantangan besar untuk memasuki dunia kerja hukum. Pasalnya banyak kantor hukum yang belum siap menerima ‘sahabat tuli’ bergabung untuk belajar menjadi praktisi. Singkat cerita, Akas magang tanpa bayaran di berbagai lembaga seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Disabilitas, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Nasional, LBH Bandung. Kini Akas bergabung sebagai paralegal di AVYA Law Firm yang memberi ruang kerja profesional yang inklusif.  Di AVYA, dia kerap menangani berbagai perkara. Termasuk isu public dan pro bono yang berkaitan dengan komunitas disabilitas. Sehingga Akas mendapatkan pengakuan sebagai profesional.

Langkah penting lainnya datang dari Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Bersama Advokat (PERADI RBA) di bawah kepemimpinan Luhut MP Pangaribuan. Serta The Center for Continuing Legal Education Fakultas Hukum Universitas Indonesia (CLE FHUI), yang membuka akses bagi penyandang disabilitas mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan Ujian Profesi Advokat (UPA). Dengan dukungan penuh dari kedua entitas, Akas menuntaskan seluruh proses hingga resmi menjalani sumpah advokat.

Perjuangan bagi Akas  belum selesai. Apalagi dalam hal memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas. Akas dan juga teman - teman disabilitas tidak ingin sekedar jadi penerima layanan hukum namun juga terlibat aktif sebagai praktisi, advokat, jaksa, notaris, bahkan hakim dan aparat hukum lainnya.
Sementara itu, Partner dari AVYA Law Firm (AVYA), Muhammad Justian Pradinata menegaskan bahwa sejak awal AVYA menerima Akas karena memiliki visi-misi yang sejalan dengan AVYA. Yakni, ingin menjadi firma hukum yang tidak hanya sukses secara bisnis, melainkan juga memperjuangkan demokrasi dan HAM, termasuk inklusi disabilitas.

“Kesan pertama saya saat bertemu Akas, sangat menarik. Dia datang dari komunitas sahabat tuli, dan memiliki niat tulus untuk membantu komunitasnya dalam hal bantuan hukum,” ujar Justian.

Komitmen Akas untuk memberdayakan komunitas sahabat tuli yang membutuhkan bantuan hukum maupun yang ingin belajar hukum. Bagi Justian, memberi warna baru dalam dunia advokasi di Indonesia. Sebagai firma hukum yang terbuka terhadap keberagaman, AVYA pun terus berinovasi menciptakan ruang kerja yang mendukung semua kalangan.

Berbagai langkah adaptif senantiasa dilakukan AVYA. Tak  hanya mencerminkan fleksibilitas institusi, tetapi juga menunjukkan dengan komitmen dan kemauan belajar, kolaborasi inklusif sangat mungkin terjadi tanpa mengurangi kualitas kerja profesional. Tak berhenti atas dukungan internal, tapi Justian sedang mengembangkan Akas sebagai legal influencer dari kalangan ‘sahabat tuli’. Salah satu konten yang sempat viral adalah video edukasi hukum yang disampaikan dari dua sudut pandang, sahabat tuli dan sahabat dengar. Kolaborasi ini memberikan pemahaman hukum yang setara. Ia berharap ke depan bakal muncul lebih banyak ‘Akas-akas’ lain dari berbagai komunitas disabilitas. Selain itu, pemerintah perlu berperan lebih aktif menciptakan regulasi yang membuka akses pendidikan dan peluang kerja di bidang hukum bagi penyandang disabilitas. *** (Puspa Felicita)

Related Posts

Kini KRL dari Manggarai ke Rangkasbitung, Tanpa Transit di St Tanah Abang
IDEA

Kini KRL dari Manggarai ke Rangkasbitung, Tanpa Transit di St Tanah Abang

Sabtu, 14 Juni 2025
Banyak yang Belum Paham, Begini Cara Aman Internetan di Ruang Publik
IDEA

Banyak yang Belum Paham, Begini Cara Aman Internetan di Ruang Publik

Rabu, 11 Juni 2025
Mencuci Daging Qurban Sebelum Diolah, Perlukah?
IDEA

Mencuci Daging Qurban Sebelum Diolah, Perlukah?

Minggu, 8 Juni 2025
Mengolah Daging Kurban Cepat Empuk untuk Semur Betawi, Begini Caranya
IDEA

Mengolah Daging Kurban Cepat Empuk untuk Semur Betawi, Begini Caranya

Kamis, 5 Juni 2025
4 Juni : Hari Keberanian Menuju Harapan
IDEA

4 Juni Hari Keberanian Menuju Harapan, Kisah Antara Optimisme dan Kegigihan

Rabu, 4 Juni 2025
Jangan Abaikan Perlindungan Data Pribadi dan Biometrik
IDEA

Jangan Abaikan Perlindungan Data Pribadi dan Biometrik

Minggu, 1 Juni 2025
  • Beranda
  • Selayang Pandang
  • Jadwal Special Program
  • Kerjasama dan Iklan
  • Profil Pengelola
  • Alamat Kontak
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Selayang Pandang
  • Jadwal Special Program
  • Kerjasama dan Iklan
  • Profil Pengelola
  • Alamat Kontak

© 2024 radiosehati.com

Klik Untuk Request dan Komen

RCAST.NET