RADIO STREAMING SEHATI - Sahabat Sehati Sejiwa mungkin sekarang ini sering merasa susah konsentrasi, mudah lupa, atau lambat memahami hal-hal tertentu? Jangan buru-buru menyalahkan faktor usia. Ini rahasia jaga kognisi tetap tajam. Mungkin Sahabat Sehati Sejiwa sering melakukan beberapa kebiasaan yang mengganggu kesehatan otak? Atau mungkin Sahabat Sehati Sejiwa pernah merasa otak kosong saat butuh mikir cepat? Atau ide mentok padahal deadline mepet? Banyak orang buru-buru menyalahkan stres atau kurang tidur.
Otak adalah organ yang memiliki fungsi sangat penting di dalam tubuh. Ini rahasia jaga kognisi tetap tajam. Agar dapat bekerja dengan baik, organ ini butuh aliran darah yang lancar dan asupan nutrisi berkualitas, seperti vitamin, mineral, glukosa, dan antioksidan. Sebaliknya, jarang yang sadar kesehatan otak bisa terganggu jika terbiasa menjalani kebiasaan atau pola hidup yang kurang sehat justru jadi racun diam-diam buat kerja otak. Makin canggih teknologi, makin sering kita terpapar distraksi. Makin cepat ritme hidup, makin banyak orang memaksa otaknya multitasking. Semua kelihatan produktif di permukaan, padahal kognisi remuk di dalam.
Apa saja sih kebiasaan - kebiasaan yang secara ilmiah terbukti bikin performa otak menurun, meskipun sering terlihat sepele
Multitasking bikin otakmu lelah diam-diam
Daniel Levitin dalam The Organized Mind menjelaskan bahwa multitasking bukan kemampuan, tapi bentuk ilusi. Otak manusia hanya bisa fokus pada satu hal dalam satu waktu. Setiap kali Sahabat Sehati Sejiwa pindah dari satu tugas ke tugas lain, otak butuh waktu untuk “reorientasi”.
Misalnya Sahabat Sehati Sejiwa nulis laporan, lalu buka WhatsApp, terus balik lagi ke dokumen. Otak butuh waktu sekitar 20 menit untuk kembali ke mode fokus penuh. Ini yang disebut switching cost. Produktivitas turun, energi otak cepat habis.
Kurang tidur bikin otak gagal konsolidasi informasi
Kalau Sahabat Sehati Sejiwa suka begadang, cobalah untuk menghentikan kebiasaan buruk ini sekarang. Kebiasaan kurang tidur berisiko mengganggu kemampuan otak dalam mengingat dan berpikir, hingga meningkatkan risiko terjadinya demensia dan penyakit Alzheimer.
Matthew Walker dalam Why We Sleep menyebutkan bahwa tidur adalah proses vital untuk “mencuci” otak dari racun dan menyimpan informasi penting. Kalau Sahabat Sehati Sejiwa tidur di bawah 6 jam per malam, maka hippocampus (bagian otak penyimpan memori) kerjanya terganggu. Hasilnya, Sahabat Sehati Sejiwa gampang lupa, emosional, dan lambat dalam mengambil keputusan. Tidur bukan sekadar istirahat fisik, tapi proses kognitif utama. Melewatkan tidur yang cukup = sabotase memori jangka panjang.
Kebanyakan informasi bikin otak kelebihan beban
Dalam Stolen Focus, Johann Hari menjelaskan bahwa banjir informasi digital bikin otak kehilangan kapasitas untuk berpikir mendalam. Kita terjebak dalam siklus konsumsi data tanpa waktu untuk merenung.
Contohnya, Sahabat Sehati Sejiwa bangun pagi langsung buka Instagram, lanjut YouTube, lalu Twitter, lalu email. Dalam sejam, Sahabat Sehati Sejiwa udah konsumsi lebih banyak informasi dari yang orang abad ke-18 terima dalam seminggu. Tapi apa yang benar-benar Sahabat Sehati Sejiwa cerna? Otak keburu lelah menyaring yang penting dan yang remeh.
Duduk terlalu lama menghambat suplai oksigen ke otak
John Medina dalam Brain Rules menegaskan bahwa tubuh yang aktif bikin otak lebih tajam. Saat Sahabat Sehati Sejiwa duduk diam berjam-jam, aliran darah ke otak melambat. Efeknya, konsentrasi menurun, daya pikir melambat.
Padahal otak butuh oksigen dan nutrisi terus-menerus. Gerakan ringan seperti berdiri, jalan kaki sebentar, atau stretching tiap 30 menit jauh lebih berpengaruh pada fokus dibanding segelas kopi.
Olahraga dapat meningkatkan detak jantung, aliran darah, serta asupan oksigen ke otak, yang membuat kesehatan otak terjaga. Inilah mengapa orang yang kurang aktif bergerak atau jarang berolahraga lebih berisiko mengalami gangguan otak, seperti demensia.
Jadi, mulailah berolahraga secara rutin setidaknya tiga kali dalam seminggu. Berjalan kaki atau bersepeda di sekitar rumah selama setengah jam saja sudah bisa berdampak baik bagi kesehatan otak, lho karena paparan sinar matahari membuat otak bisa bekerja lebih maksimal.
Self-talk negatif membentuk pola pikir pesimis
Sahabat Sehati Sejiwa mungkin gak sadar, tapi kebiasaan ngomong ke diri sendiri dengan nada pesimis bisa memperkuat sirkuit stres di otak. Dalam Brain Rules, Medina menyebut bahwa otak menyimpan pola pikir berulang sebagai “jalan tetap”. Makin sering Sahabat Sehati Sejiwa bilang “aku gak bisa”, makin kuat otakmu percaya itu. Self-talk negatif menurunkan rasa percaya diri dan membatasi kapasitas otak untuk berpikir kreatif dan mengambil risiko. Kalau terus dibiarkan, Sahabat Sehati Sejiwa akan stuck di zona nyaman tanpa berkembang sehingga menjadi pribadi yang menutup diri akibat kurang sosialisasi.
Terlalu sering menutup diri dari lingkungan dan orang sekitar
Kebiasaan ini juga tidak baik bagi kesehatan otak. Orang yang sering menyendiri dan kesepian lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti depresi, penyakit jantung, hingga gangguan mengingat.
Bertemu dan berinteraksi dengan orang lain dapat membuat otak tetap aktif. Inilah mengapa orang yang aktif bersosialisasi tidak cepat pikun. Jadi, sesibuk apa pun, sempatkan berkumpul dan melakukan hal-hal menyenangkan bersama teman-teman atau keluarga, ya!
Kinerja otak bukan soal pintar atau tidak. Tapi lebih tentang bagaimana Sahabat Sehati Sejiwa memperlakukan otak kita sehari-hari. Mari kita perlakukan titipan Tuhan berupa jasmani kita termasuk otak dengan lebih baik.***