SAHABAT Sehati Sejiwa tanggal 7 Nopember telah ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional bersamaan dengan pemberian gelar Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity yang diberikan UNESCO pada 7 November 2003. Kesenian wayang telah ditetapkan sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan di bidang cerita narasi yang indah dan berharga oleh UNESCO.
Dikutip dari KBBI, wayang adalah boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya), biasanya dimainkan oleh seorang yang disebut dalang.
Sementara itu, dalam jurnal 'Wayang dan Seni Pertunjukan: Kajian Perkembangan Seni Wayang di Tanah Jawa sebagai Seni Pertunjukan dan Dakwa' oleh Bayu Anggoro (2018), dijelaskan jika dilihat dari bahasanya kata wayang berasal dari bahasa Jawa Kuno yakni wod dan yang, artinya gerakan yang berulang-ulang dan tidak tetap, dengan arti kata itu maka dapat dikatakan bahwa wayang berarti wujud bayangan yang samar-samar selalu bergerak-gerak dengan tempat yang tidak tetap.
Di sisi lain, wayang juga memiliki makna ayang-ayang (bayangan), karena yang dilihat adalah bayangan dalam kelir, bayangan yang diartikan sebagai angan-angan yang memiliki bentuk sesuai dengan apa yang dibayangkan. Misalnya tokoh atau orang baik digambarkan dengan badannya kurus, mata tajam dan sebagainya. Sedangkan mulut lebar, muka lebar dan seterusnya merupakan penggambaran tokoh atau orang jahat.
Sahabat Sehati Sejiwa mungkin bertanya tanya bagaimanakah asal usul wayang ?
Dikutip dari buku 'Rupa Wayang' oleh Aryo Sunaryo (2020) terdapat perbedaan pendapat mengenai asal usul wayang. Beberapa pendapat mengungkapkan bahwa wayang merupakan kesenian yang berasal dari China, ada yang mengatakan wayang berasal dari wiracarita Mahabharata dan Ramayana.
Namun, tidak sedikit yang menyebutkan bahwa wayang merupakan produk asli Indonesia khususnya Jawa, hal ini dikaitkan dengan inisiasi dan penghormatan terhadap nenek moyang, serta diperkuat dengan istilah-istilah teknis dalam pertunjukan yang khas Jawa.
Selain juga terdapat perbedaan bentuk wayang yang pada mulanya tidak sama dengan bentuk wayang sekarang. Bagaimana bentuk pertunjukan dan wayang pada awal mulanya tidak dapat diketahui secara pasti. Informasi tertua mengenai pertunjukan wayang termuat di dalam sebuah prasasti dari Kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-9. Selanjutnya berkembang di era kerajaan Kediri dan Kerajaan Majapahit pada abad ke-15.
Wilayah Indonesia yang luas dan beraneka ragam turut membuat wayang bervariasi dan berbeda-beda. Berikut ini lima jenis wayang di Indonesia, dikutip dari laman Indonesia.go.id
✅Wayang Kulit, wayang ini merupakan salah satu jenis wayang di Indonesia yang dimainkan oleh seorang pemain di panggung dan terbuat dari kulit hewan atau tulang.
✅Wayang Golek, wayang yang terbuat dari kayu kemudian dibentuk menjadi boneka dan dimainkan di atas panggung.
✅Wayang Orang, wayang yang dijalankan atau dimainkan secara langsung oleh manusia.
✅Wayang Beber, wayang ini terbuat dari kertas yang berisikan lukisan kemudian digulung dan direntangkan (dibeber) saat pertunjukan.
✅Wayang Klitik, wayang atau pemain di panggung terbuat dari kayu pipih berbentuk boneka
✅Wayang Suket, adalah wayang yang terbuat dari rumput (suket bahasa Jawa = rumput)
Sebagai penutup artikel ini penulis hendak menyampaikan mengenai fenomena budaya yang menarik yaitu wayang wahyu. Wayang Wahyu adalah salah satu bentuk pewartaan agama yang unik di Indonesia.
Menggabungkan seni tradisional wayang kulit dengan nilai-nilai ajaran Kristiani, Wayang Wahyu lahir sebagai hasil kreativitas umat Katolik dalam menyampaikan pesan agama. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai asal-usul, perkembangan, dan pengaruh Wayang Wahyu, sebuah media budaya yang terus berkembang hingga kini.
Wayang Wahyu berawal pada malam bulan Oktober 1957, ketika M.M. Atmowiyono, seorang guru di Sekolah Guru Bantu Il Surakarta, mementaskan sebuah lakon wayang yang berbeda dari biasanya. Lakon yang dipentaskan berjudul "Dawud Mendapat Wahyu Keraton" atau "Daud Mendapat Wahyu Akan Menjadi Raja", yang diambil dari cerita Kitab Suci Perjanjian Lama, bukan dari Mahabharata seperti pementasan wayang tradisional pada umumnya. Kisah ini menjadi titik tolak munculnya ide untuk menggabungkan wayang sebagai media pewartaan agama.
Salah satu penonton pada malam itu, Bruder Timotheus L. Wignjosoebroto FIC, merasa terinspirasi dengan pementasan tersebut. Ia melihat potensi besar dari wayang untuk menjadi sarana menyampaikan firman Tuhan kepada umat Katolik, terutama di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta yang sangat mencintai seni wayang. Bruder Wignjo pun memutuskan untuk mengembangkan ide ini lebih lanjut.
Pada tahun 1959, Bruder Wignjo membentuk sebuah tim yang terdiri dari M.M. Atmowiyono, Marosudirdjo, A. Suradi, dan Roosradi untuk merumuskan konsep awal Wayang Wahyu. Mereka mulai menyusun bentuk wayang ini dengan mengambil unsur-unsur ajaran Katolik, serta menggambarkan tokoh-tokoh dan peristiwa dalam Kitab Suci. Pada awalnya, wayang ini dinamakan Wayang Katolik sebelum akhirnya berganti menjadi Wayang Wahyu berdasarkan saran dari PC Soetopranito SJ.
Selamat hari Wayang Nasional. Semoga bermanfaat
Editor: Andri Herdiansyah






